Untuk Pohon Teduh dari Buku Sejarah

Ada harta yang sengaja didiamkan, seperti kedelai yang hendak dipadatkan dengan kedelai lainnya. Guliran jarum jam membawaku untuk membongkarnya lagi, untuk mendapati udara lama yang pengap menguar dari dalam petinya. Semudah itu aku mencatat takdir, atau lebih tepatnya, menonton ulang takdirku.

Dari bau-bauan lawas itu ada yang menusuk. Aroma ruangan tua dengan dua pintu, dengan dinding lembab dan langit-langit penuh nostalgia. Tempat segala jantung bermain perkusi dan mata yang rabun bermain sudut. Tempat segala jarak kian mendekat dan dikunci dengan seutas lagu usang. Tempat suatu damba bertunas dan tumbuh hingga beberapa meter.

Dulu ada pupuk yang terus tercurah hingga tak ada yang perlu khawatir akan matinya pohon itu. Namun pada akhirnya orang-orang pergi setelah ia siap mandiri. Aku dengan enggan pun menjauhinya, dengan baik-baik menyimpan sarinya dan berharap tak perlu merawat tunas lain.

Aku memilih untuk terus menghirup bau itu. Di hisapan berikutnya ada aroma pesta yang tak mungkin mengundangku, di mana orang-orang tertawa dan berdoa bersamaan, dengan euforia sebagai hidangan utamanya. Dengan setelapak-tangan masa depan dalam bungkusan terbuat dari dedaunan pohon besar itu, yang tak mungkin adalah masa depanku. Mungkin saat ini bongkahan itu semakin besar dan semakin besar, terutama di hari penuh-rasa ini.

Comments