Untuk Sebuah Pembatalan

Kepada pemilik suaka rahasia, dengan uluk salam pengetuk bilik jantung, jalan keluar itu ditarik kembali. Siapa peduli pada keranjang mana berisi kerikil macam apa. Yang terlanjur melambaikan saputangan merah muda kembali sumringah. Ia kira Tuan usai; ia paham telah salah. Bahkan saputangan itu kembali rapi di dalam saku gaun tamu yang duduk lagi.

Lalu syair-syair berkumandang, menumpahruahkan segala kehilangan dan puja-puji yang ganjil. Pada kehampaan yang cantik dan sudah pasti tak berujung ini mereka berpihak, seakan menusuk telapak kaki dengan duri penuh racun menyenangkan, atau sebatas memfigura dua wajah dengan bingkai tak seragam. Lagi-lagi, siapa peduli.

Jeda dari hari tersunyi bulan lalu ternyata selesai sebelum dua musim. Rentang senyum yang sesekali tersembunyi adalah paragraf baru dari dua debaran yang tak seirama. Seperti matahari yang menyorot namun tak disoroti oleh bunga-bunga di kaki bukit, perbincangan manis dan ganjil itu berlanjut.

Comments