Untuk Danzatore yang Hilang

Pada pijakan rapuh di lapangan gersang, derit-derit kayu terdengar semakin sering dalam pekan terakhir. Kaki-kaki yang sesekali bertemu di atasnya harus pulang. Pulang! Lupakan panggung itu jika perlu. Derit hanyalah derit yang siap menceritakan perpisahan pedansa-pedansa bau kencur. Hanya saja, satu di antaranya tak siap untuk bubar.

Kayu-kayu rapuh itu merekam gerakan mereka. Bertemu di tengah, berputar ke tepi. Berpencar, bertautan jari di tengah lagi. Lalu musik berhenti, tak sempat berubah sendu. Dalam satu langkah panjang menyisakan satu orang terperangkap dalam segumpal kekosongan.

Di sela-sela langkah pulang, derit kayu tak bisa menahan dirinya untuk tak menoleh ke belakang. Antara menduga dan berharap. Antara angkuh dan lemah. Mengandaikan musik mengalun tanpa henti melanjutkan episode-episode yang tertunda. Menoleh lagi, menoleh lagi terbakar cemas. Apa yang tersaji masih panggung kosong, dengan pijakannya yang siap hancur.

Comments